Senin, 20 November 2017

7. PERSEPSI TEATER MONOLOG OEDIPUS DALAM PSIKOLOGI SOSIAL



Stimulus Persepsi (Objek yang dipersepsikan): Aktor dalam teater monolog ini, yaitu Dedi Warsana.
Alat Persepsi ( Alat indera yang digunakan)  : Mata (penglihatan) dan telinga (pendengaran)

Persepsi adalah suatu proses yang dilalui oleh suatu stimulus yang diterima panca indera yang dijadikan informasi sensoris kemudian diorganisasikan dan diartikan sehingga menjadi sesuatu yang berarti. Disini saya akan mempersepsikan teater monolog yang berjudul Oedipus yang diperakan oleh Dedi Warsana seorang aktor teater yang berasal dari kota Bandung. Stimulus atau objek yang akan dipersepsikan adalah aktor itu sendiri yaitu Dedi warsana.
Dedi Warsana sebagai pemeran dalam teater ini memainkan peran utama yaitu Oedipus dan sekaligus sedikit memerankan tokoh lainnya karena teater ini termasuk pada jaenis teater monolog, dimana satu orang aktor memerankan  tokoh lain layaknya sedang berbicara sendiri. Diawal ada pembukaan yang dibawakan oleh salah satu dosen dari jurusan SENDRATASIK dimana jurusan ini adalah salah satu jurusan yang ada di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Ketika pembukaan berlangsung  Dedi Warsana terlihat di belakang panggung berpakaian menyeramkan menurut saya, ia memakai mantel putih berbulu yang dipadukan dengan kaos hitam didalamnya dan memasang ikatan kain kuning diperutnya ia juga menggunakan celana jeans hitam dan tatanan rambut gimbal, ia lebih terlihat seperti anggota dari sebuah grup band  aliran musik rege dengan gayanya seperti itu dimana mereka para anggota musik beraliran rege biasa terlihat menata rambut dengan gaya gimbal dan terkesan tak terurus.
Dibelakang panggung juga Dedi Warsana seperti menghadap kearah jendela pada ruangan aula, saya mengartikan gerak-geriknya seperti sedang mengingat-ingat naskah dan percakapan monolog yang nanti akan ia bawakan di atas panggung. Ketika namanya dipanggil iapun berjalan dan terlihat tanpa beban seperti yang sangat sudah terbiasa memainkan peran ini. Ia melakukannya secara lancar dan ekspresif, ia mampu menguasai panggung dan membuat para penonton terfokus pada cerita yang ia bawakan. Ketika ia  harus memerakan Oedipus yang memiliki emosi bergejolak atas kemarahannya pada semua ramalan yang telah terjadi Dedi Warsana terlihat sangat menguasai ekspresi emosi yang meluap-luap diiringi dengan suaranya yang lantang menggambarkan betapa kesalnya ia dicerita ini dan ketika ia harus memerankan kesedihan atas kejadian yang menimpa dirinya yang telah ditakdirkan suaranyapun terdengar menyayat menggambarkan betapa sedihnya Oedipus disini. Ia juga bisa mengimbangi percakapan dengan dewa yang dimunculkannya dari sebuah rekaman.
Lalu pada akhir cerita Oedipus mencongkel matanya karena merasa harus menerima hukuman atas kesalahan-kesalahan yang dilakukannya, Dedi Warsana memerankannya dengan sangat baik sehingga ada beberapa penonton memunculkan ekspresi kengerian dengan apa yang dilakukan oleh Oedipus tersebut. Dedi Warsana melumuri matanya yang terpejam dengan semacam darah buatan sehingga benar-benar terlihat seperti ia telah mencongkel matanya.
Ketika teater monolog ini selesai kami para penonton diberikan kesempatan untuk bertanya pada Dedi Warsana sang pemain tunggal dan Dedi Warsana pun menjawab beberapa pertanyaan dari penonton. Dedi Warsana sedikit bercerita bahwa sebenarnya ada sedikit kesulitan dalam memerankan peran Oedipus apalagi dalam format monolog. Ia harus membuang rasa malunya tampil sendirian didepan penoton tapi ia juga mendapatkan keuntungan karena ketika teater monolog berlangsung hanya ia yang tau dimana kesalahannya dalam berperan tanpa ada yang benar-benar menyadarinya.
Dedi Warsana pun bercerita jika sebenarnya ia juga merasa sedikit kesulitan memerankan Oedipus sekalipun pernah memerankannya dalam format teater, karena penjiwaan terhadap karakter Oedipus memerlukan emosi dan amarah yang banyak. “saya gak bisa ngebayangin ya bagaimana menikahi ibunya sendiri dan untuk memikirkannya pun saya gak mau,” katanya. Akhirnya Dedi Warsana menyiasatinya dengan membuka kembali memori-memori lamanya yang dapat mengeluarkan ekspresi-ekpresi tersebut di atas panggung.
Dedi Warsana juga menganggap banyak kritik terhadap pemerintah dalam Oedipus ini. Salah satunya adalah mengkritik pemerintah yang tidak tahu malu akan kesalahan-kesalahannya dan justru menutup-nutupi kesalahan mereka. Sementara dalam kisah Oedipus, Raja Oedipus rela menghukum dirinya sendiri setelah mengetahui dosa-dosanya.
Dokumentasi teater monolog Oedipus:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar