Stimulus
Persepsi (Objek yang dipersepsikan): Aktor dalam teater monolog ini, yaitu Dedi
Warsana.
Alat
Persepsi ( Alat indera yang digunakan) :
Mata (penglihatan) dan telinga (pendengaran)
Persepsi
adalah suatu proses yang dilalui oleh suatu stimulus yang diterima panca indera
yang dijadikan informasi sensoris kemudian diorganisasikan dan diartikan
sehingga menjadi sesuatu yang berarti. Disini saya akan mempersepsikan teater
monolog yang berjudul Oedipus yang diperakan oleh Dedi Warsana seorang aktor
teater yang berasal dari kota Bandung. Stimulus atau objek yang akan
dipersepsikan adalah aktor itu sendiri yaitu Dedi warsana.
Dedi
Warsana sebagai pemeran dalam teater ini memainkan peran utama yaitu Oedipus
dan sekaligus sedikit memerankan tokoh lainnya karena teater ini termasuk pada
jaenis teater monolog, dimana satu orang aktor memerankan tokoh lain layaknya sedang berbicara sendiri.
Diawal ada pembukaan yang dibawakan oleh salah satu dosen dari jurusan
SENDRATASIK dimana jurusan ini adalah salah satu jurusan yang ada di
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Ketika pembukaan berlangsung Dedi Warsana terlihat di belakang panggung
berpakaian menyeramkan menurut saya, ia memakai mantel putih berbulu yang
dipadukan dengan kaos hitam didalamnya dan memasang ikatan kain kuning
diperutnya ia juga menggunakan celana jeans hitam dan tatanan rambut gimbal, ia
lebih terlihat seperti anggota dari sebuah grup band aliran musik rege dengan gayanya seperti itu
dimana mereka para anggota musik beraliran rege biasa terlihat menata rambut
dengan gaya gimbal dan terkesan tak terurus.
Dibelakang
panggung juga Dedi Warsana seperti menghadap kearah jendela pada ruangan aula,
saya mengartikan gerak-geriknya seperti sedang mengingat-ingat naskah dan
percakapan monolog yang nanti akan ia bawakan di atas panggung. Ketika namanya
dipanggil iapun berjalan dan terlihat tanpa beban seperti yang sangat sudah
terbiasa memainkan peran ini. Ia melakukannya secara lancar dan ekspresif, ia
mampu menguasai panggung dan membuat para penonton terfokus pada cerita yang ia
bawakan. Ketika ia harus memerakan
Oedipus yang memiliki emosi bergejolak atas kemarahannya pada semua ramalan
yang telah terjadi Dedi Warsana terlihat sangat menguasai ekspresi emosi yang
meluap-luap diiringi dengan suaranya yang lantang menggambarkan betapa kesalnya
ia dicerita ini dan ketika ia harus memerankan kesedihan atas kejadian yang
menimpa dirinya yang telah ditakdirkan suaranyapun terdengar menyayat
menggambarkan betapa sedihnya Oedipus disini. Ia juga bisa mengimbangi
percakapan dengan dewa yang dimunculkannya dari sebuah rekaman.
Lalu
pada akhir cerita Oedipus mencongkel matanya karena merasa harus menerima
hukuman atas kesalahan-kesalahan yang dilakukannya, Dedi Warsana memerankannya
dengan sangat baik sehingga ada beberapa penonton memunculkan ekspresi
kengerian dengan apa yang dilakukan oleh Oedipus tersebut. Dedi Warsana
melumuri matanya yang terpejam dengan semacam darah buatan sehingga benar-benar
terlihat seperti ia telah mencongkel matanya.
Ketika
teater monolog ini selesai kami para penonton diberikan kesempatan untuk
bertanya pada Dedi Warsana sang pemain tunggal dan Dedi Warsana pun menjawab
beberapa pertanyaan dari penonton. Dedi Warsana sedikit bercerita bahwa
sebenarnya ada sedikit kesulitan dalam memerankan peran Oedipus apalagi dalam
format monolog. Ia harus membuang rasa malunya tampil sendirian didepan penoton
tapi ia juga mendapatkan keuntungan karena ketika teater monolog berlangsung
hanya ia yang tau dimana kesalahannya dalam berperan tanpa ada yang benar-benar
menyadarinya.
Dedi
Warsana pun bercerita jika sebenarnya ia juga merasa sedikit kesulitan
memerankan Oedipus sekalipun pernah memerankannya dalam format teater, karena
penjiwaan terhadap karakter Oedipus memerlukan emosi dan amarah yang banyak.
“saya gak bisa ngebayangin ya bagaimana menikahi ibunya sendiri dan untuk
memikirkannya pun saya gak mau,”
katanya. Akhirnya Dedi Warsana menyiasatinya dengan membuka kembali
memori-memori lamanya yang dapat mengeluarkan ekspresi-ekpresi tersebut di atas
panggung.
Dedi
Warsana juga menganggap banyak kritik terhadap pemerintah dalam Oedipus ini.
Salah satunya adalah mengkritik pemerintah yang tidak tahu malu akan
kesalahan-kesalahannya dan justru menutup-nutupi kesalahan mereka. Sementara
dalam kisah Oedipus, Raja Oedipus rela menghukum dirinya sendiri setelah
mengetahui dosa-dosanya.
Dokumentasi
teater monolog Oedipus:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar