Senin, 11 Desember 2017

52. ETIKA PENDIDIK DALAM AKSIOLOGI PAULO FREIRE ( RESUME BUKU STRUKUR FUNDAMENTAL PEDAGOGIK )



Pada bagian ini dijelaskan beberapa pemikiran fundamental Freire mengenai nilai etis pendidik akan disingkat penulis menjadi tiga poin yaitu:
1.      Directiveness (saling memberi petunjuk/saling mengarahkan)
Guru memiliki tanggung jawab directive dalam pendidikan. Nilai etika yang paling pertama harus dijunjung tinggi oleh guru adalah Directiveness. Tanggung jawab tersebut dapat diaktualisasikan melalui aktivitas belajar yang dialogis. Disinilah guru berperan sebagai pemberi petunjuk, tapi tidak secara otoriter mendikte siswa dengan serangkaian aturan etis yang wajib diikuti karena dengan segala aturan etis yang dikemas dengan mendoktrin siswa, guru cenderung memanipulasi siswa.

2.      Sloganisasi
Pendidik yang etis tidak melakukan sloganisasi karena bertentangan dengan humanisasi ( Freire, 1967:19-20). Pendidikan adalah humanisasi, memfasilitasi manusia sebagai subjek yang bebas bereksistensi dalam setiap laku penciptanya didunia. Pendidik yang etis adalah pendidik yang menghargai siswanya sebagai subjek yang bebas menentukan pilihan hidupnya, pendidik hanya memfasilitasi tentang bagaimana cara yang ideal untuk mencapai pilihan siswanya.

3.      Pembebasan
Pendidik yang etis adalah pendidik yang memperjuangkan pembebasan, menantang orang-orang untuk mengetahui kebebasan actual mereka, kekuasaan nyata mereka (Shoe & Freire, 1987: 109-110; Horton and Paulo, 1990:240). Sebagai hasilnya, orang-orang dapat merasa termanipulasi ketika diminta merefleksi pokok kajian yang sulit tersebut, karena hal ini adalah hal yang tidak ingin mereka pikirkan atau menyangkalnya, mereka takut menjadi bebas, bertanggung jawab sendiri atas kebebasannya. Tetapi ini dapat menjadi sebuah langkah pembebasan


Pendidik untuk menjadi etis harus memahami secara kritis humanisasi dan merangkapnya melalui praksis pendidikan. Pendidik dan siswa bukalah posisi-posisi yang berhadapan secara antagonistic. Pendidik ketika mengajar belajar bersama terdidik, dan para terdiidk ketika blajar mungkin memiliki momen-momen mengajari gurunya langsung atau tidak langsung. Inilah yang disebut Freire bahwa directiveness bukan monopoli guru. Pendidik dimaknai etis ketika ia memiliki visi-misi transformative.

51. MENELUSURI EVOLUSI MISTIK YUNANI KUNO ( RESUME BUKU FILSAFAT PENGETAHUAN)


Pada bab ini menjelaskan bahwa kaisar menerangkan tentang Yunani Kuno dimana dalam terminology mengatakan bahwa mite atau mhyte dalam bahasa lain dapat menjadi perintis lahirnya filsafat. Filsafat sendiri, dapat menjadi induk ilmu yang melahirkan teknologi. Melalui mite, manusia mampu melakukan percobaan untuk mengerti tentang sesuatu secara filosofis-spekulatif yang telah dilakukan uji coba dapat melahirkan ilmu.  
Mite pula dapat menjadi dasar dari peradaban. Dengan keyakinan akan adanya sesuatu dibalik yang fisik dan empiris ini, diyakini banyak ilmu yang dikaji oleh ilmuwan yang kemudian dikenal dengan nama mitologi.
Situasi tersebut terjadi di zaman Yunani Kuno, karena itu lahirnya Yunani Kuno sebagai pusat peradaban dunia di zamannya sebenarnya dapat menjadi konsekuensi logis atas kekayaan mereka dalama budaya mistik. Mistik pada akhirnya menjadi peletak dasar bagi penumbuhan budaya ilmiah, karena mite merangsang manusia untuk menelusuri lebih jauh tentang keyakinan-keyakinan yang dianutnya.

50. CONTOH SISTEMATIKA PENYAMPAIAN HASIL TES



Sistematika Penyampaian Hasil Tes subjek 2
Raport : pembukaan  (salam, membangun I’tikad baik dengan testee, menyampaikan maksud dan tujuan.)
Penyampaian hasil : menyampaikan bidang minat yang dipilih testee, menyampaikan hasil tes berdasarkan peringkat yang dimiliki testee ( outdoor,mechanical, computational, scientific, aesthetic, literaty, musical, social, service, clerical, participal dan medical), menyampaikan kesesuaian antara minat dengan pemilihan bebas pekerjaan yang dipilih testee, menjelaskan minat dengan tipe pekerjaan yang sesuai dengan minat testee. Menjelaskan minat dengan tipe pekerjaan yang sesuai dengan minat testee. Menjelaskan dinamika antara rank yang diperoleh dengan minat pekerjaan yang disukai serta menjelaskan peluang pemilihan minat yang tepat bagi testee.
Diskusi: mendiskusikan jika ada hal yang masih belum jelas.
Penutup: menyimpulkan seluruh isi penyampaian hasil tes testee, menyampaikan terimakasih, menutup pertemuan, salam.

49. CONTOH RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN KONSELING INDIVIDUAL

Logo, Nama Sekolah, Alamat Sekolah
RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN
KONSELING INDIVIDUAL
SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2017/2018

  1. Nama Konseli                           : FF
  2. Kelas/Semester                         : XII IPA/ Ganjil
  3. Hari,Tanggal                             : Kamis, 26 Oktober 2017
  4. Pertemuan Ke-                          : 1 (satu)
  5. Waktu                                       : 2 x 45 menit
  6. Tempat                                      : Ruang BK
  7. Gejala yang Nampak/keluhan : konseli merasa dirinya kurang mengetahui tentang masalah karir karena pengalaman masa kecil yang kurang mendapatkan informasi karir dari orangtua, klien juga merasa kurang percaya diri atas kemampuannya karena ia menentukan cita-cita yang berbeda dari orangtuanya, ia merasa berbeda dari keluarganya dalam proses memilki kemampuan walaupun memiliki kemampuan yang sama dan klien juga memiliki kondisi fisik yang berbeda dengan keluarganya sehingga berpengaruh pada perencanaan karirnya.

Serang, 26 Okt. 17
Guru BK/ Konselor

Hanifah Nurfauziyyah
Keterangan:
Dokumen ini bersifat rahasia

48. IMPLIKASI STREOTIP DAN PRASANGKA DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING



      Telah diketahui sebelumnya tentang pengertian dari streotipe dan prasangka itu sendiri, Stereotipe adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Stereotipe merupakan jalan pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat. Sedangkan prasangka adalah penilaian dari satu kelompok atau individu yang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok. Efek dari prasangka adalah merusak dan menciptakan jarak yang luas. Sering dikatakan bahwa prasangka adalah sikap sementara diskriminasi adalah satu tindakan. Prasangka dipengaruhi oleh pilihan tentang kebijakan public. Prasangka memiliki sumbangan terhadap oposisi yang lebih besar terhadap kegiatan pihak yang menyetujui.
Dalam implikasinya dalam bimbingan dan konseling, stereotip dan prasangka dapat membuat seorang konselor mengetahui pendapat masyarakat tentang suatu budaya atau kelompok tertentu. Hal ini dapat membantu konselor memahami setiap kliennya yang berbeda-beda budaya, walau prasangka lebih menekankan terhadap hal yang negatif sebagai seorang konselor juga harus mengetahui semua prasangka tersebut namun tidak untuk dipercayai seutuhnya hanya sekedar sebagai pengetahuan mendasar saja untuk memudahkan memahami karakteristik konseli yang dihadapi. Dengan adanya prasangka dan stereotip juga konselor dan konseli dapat saling bertukar persepsi yang mendasari prasangka dan stereotip itu sendiri sehingga tercipta komunikasi yang baik antara konselor dan konseli.
Stereotip juga tidak hanya berbau hal yang negatif namun terdapat stereotip positif yang dapat membantu berjalannya proses konseling yang baik, stereotipe ini dapat membantu terjadinya komunikasi (nilai-nilai toleransi) lintas budaya sehingga dapat memudahkan terjadinya interaksi antar orang yang berbeda latar belakang pada sebuah lingkungan secara bersama-sama. Sehingga menciptakan suatu hubungan yang harmonis antar kelompok budaya. Contohnya : orang sunda menstereotipekan orang jawa sebagai pribadi yang ramah,begitu pula orang jawa yang menstereotipekan orang sunda sebagai pribadi yang toleran, dari hal tersebut merupakan stereotipe positif yang akan membawa dampak kehidupan harmonis dan saling menghargai perbedaan masing- masing.