BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Siswa
merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat membangun dan berkarya
bagi negara. Anak-anak yang terdidik, disiplin, dan berkualitas secara
intelektual, mental dan spiritual akan mampu berkompeten dalam menjalankan
kewajibannya sehingga kelangsungan dan martabat bangsa dapat terjamin.
Permadalahan
yang dialami siswa di sekolah sering kali tidak dapat dihindari, meski dengan
pengajaran yang baik sekalipun maka diperlukanlah pelayanan bimbingan dan
konseling. Konseling adalah suatu layanan yang berusaha untuk membantu client/konseli
yang menghadapi masalah atau sulit mengambil keputusan agar client/konseli mampu
untuk memecahkan masalahnya atau agar client/konseli mampu mengambil keputusan
yang tepat baginya.
Karena
ditemukan dilapangan umumnya guru bk yang berperan sebagai konselor lebih
menasehati daripada membiarkan client/konseli untuk memilih jalan keluar dari
masalahnya sendiri ketika proses konseling berlangsung sehingga banyak yang
enggan untuk melakukan konseling atau enggan menjadi seorang konseli, maka perlu
ditegaskan bahwa peran konselor hanya berusaha membantu client/konseli untuk
menemukan jalan keluar atas masalah yang dihadapi, lalu client/konseli
sendirilah yang seharusnya aktif dalam mengemukakan masalah dan latar belakang
masalah serta mengkaji berbagai kemungkinan jalan keluar.
Dalam
praktik konseling kali ini terdapat salah satu siswa yang memiliki masalah dan
membutuhkan bantuan secara pribadi. Selanjutnya berdasarkan permasalahan yang
ada laporan praktik konseling ini disusun untuk mengetahui masalah yang sedang
dialami siswa tersebut, serta pendekatan dan rencana bantuan yang sesuai yang
akan diberikan untuk memecahkan permasalahan siswa tersebut (client/konseli)
B. Tujuan
Disusunnya laporan praktik
konseling ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui
permasalahan yang terjadi dalam diri konseli yang melakukan praktik konseling
2.
Mengetahui
teknik konseling yang sesuai untuk dilakukan kepada klien (konseli)
3.
Untuk mengetahui
rencana pemberian bantuan yang akan dilakukan dalam proses konseling.
C. Sistematika
Penulisan Laporan
Dalam
penulisan laporan ini penulis menggunakan sistematika penulisan karya tulis
yang didalamnya terdapat empat bab utama dan daftar pustaka yang berisikan
lampiran, dan berikut penjelasannya:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam
bab ini penulis menjelaskan tentang latar belakang dibuatnya laporan ini. Didalam pendahuluan dijelaskan
pula mengenai kondisi ideal dalam proses konseling dan kondisi nyata yang
terjadi di lapangan, selanjutnya disebutkan beberapa tujuan disusunnya laporan ini.
BAB II LAPORAN KONSELING INDIVIDUAL
Dalam
bab ini dituliskan identitas konseli dan dijelaskan tentang
masalah yang dialami konseli ketika proses konseling terjadi,
selain itu dalam bab ini dijelaskan pula mengenai analisis
masalah (berdasarkan teori) yang
dialami oleh konseli yang kemudian akan diberikan rencana bantuan layanan untuk memecahkan masalah yang dimiliki konseli.
BAB III KAJIAN TEORETIS
Bab
ini beris kajian
teori yang cocok digunakan untuk mengatasi permasalahan konseli dalam proses konseling. Teori yang digunakan sesuai
dengan masalah yang dialami konseli agar proses pemberian bantuan sesuai dengan
kondisi yang dialami.
BAB IV EVALUASI DAN TINDAK LANJUT
Bab
ini berisi tentang Evaluasi dan tindak lanjut
A. Evalaluasi SWOT (Strength,
Weakness, Opportunity, Threat)
Strength
: Kekuatan (konseli, konselor, pihak sekolah)
Weakness:
Kelemahan (konseli, konselor, pihak sekolah)
Opportunity:
Peluang (orangtua, teman sebaya, lingkungan tempat tinggal)
Threat:
Ancaman (orangtua, teman sebaya, lingkungan sekolah, lingkungan tempat tinggal)
B. Tindak
Lanjut
Yang berisikan tindak
lanjut dari proses konseling (mind mapping, referal, dsb)
DAFTAR PUSTAKA
Berisikan
tentang pencantuman sumber-sumber baik buku maupun media internet sebagai
penunjang pembuatan laporan ini, dalam daftar pustaka juga terdapat lampiran seperti
A. Skrip
Konseling
B. Foto
Ketika konseling
dilaksanakan (video sebagai terlampir)
BAB
II
LAPORAN
KONSELING INDIVIDUAL
A. Identitas
Konseli
Nama : Afifah Nurkhodijah
Usia : 14 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : komplek
Btn Depag A4 no.8, Rt 01 Rw 16, desa Rangkasbitung
Ciujung Timur, kecamatan
Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, provinsi Banten.
Kelas : IX ( Sembilan )
Sekolah : SMP Terpadu Al-Qudwah
B. Deskripsi
Masalah
Konseli adalah
remaja perempuan yang bersekolah di
SMP Terpadu Al-Qudwah Kalanganyar, ia termasuk siswi yang
cukup pandai dikelasnya, ia juga termasuk orang yang
aktif dalam berbagai kegiatan, namun ia memiliki satu masalah dalam dirinya
yaitu kurang bisanya mengatur waktu secara tepat yang mengakibatkan sering
dihukum ketika terlambat masuk kelas dan terlambat ketika ada perkumpulan dalam
kelompok baik di kegiatan sekolah ataupun diluar sekolah. Permasalahan ada pada
diri konseli yang sering tidur kembali setelah sholat subuh sehingga ia
terlambat untuk bersiap kesekolah dan masuk kekelas, ia juga sering
bermalas-malasan dan menunda persiapan untuk berkumpul dengan kelompoknya
sehingga teman-temannya tidak merasa heran bila melihat ia yang datang terlambat
ketika perkumpulkan dilakukan, walaupun konseli telah beberapa kali mendapat
teguran dari guru ataupun temannya kebiasaan tersebut tetap sulit dihilangkan.
C. Analisis
Masalah (Berdasarkan Teori)
Dari hasil
wawancara antara konselor dengan konseli maka konselor dapat menganalisis
permasalahan yang dialami oleh konseli adalah permasalahan kemauan diri, karena konseli malas-malasan ketika
seharusnya sudah bersiap untuk pergi ke sekolah ataupun ke tempat dimana
diadakan perkumpulan yang mengharuskan ia hadir didalamnya.
Konseli
sering mendapat hukuman atas keterlambatan masuk kelas sebagai teguran keras yang
diberikan oleh gurunya, namun konseli tetap tidak dapat merubah kebiasaan
terlambat itu.
D. Rencana
Layanan yang Diberikan
Guru BK merumuskan beberapa cara menanggulangi
perilaku seringnya terlambat siswa yakni dengan melakukan teknik Reinforcement. Pada teknik ini dalam rangka pengimplementasian
konseling behavioral dalam menangani siswa telat dikonsep dalam bentuk
teguran, siswa dipanggil ke ruang BK, dalam teknik ini diharapkan bahwa:
1)
Siswa mampu
menyadari kesalahannya bahwa membolos adalah perilaku
menyimpang
2) Siswa mampu
berhenti dari kebiasaan menyimpang
Adapun tahap-tahap pelaksanaan teknik reinforcement
antara lain:
1) Tahap pelaksanaan
Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari saat bel masuk
tepatnya pada pukul 07.00 WIB
gerbang sekolah ditutup dan siswa yang terlambat
didata namanya. Kemudian diadakan
pengabsenan untuk setiap kelas guna mengecek kehadiran
dan kelengkapan siswa.
Dalam kegiatan ini tidak hanya guru BK yang berperan
penuh dalam pelaksanaannya.
pelaksanaan kegiatan ini dibantu oleh beberapa guru lain
yang mempunyai kompeten yang
bagus dalam bidang ketertiban.
Adapun implementasinya dalam kegiatan di sekolah
adalah:
a)
Guru BK mencatat
nama-nama siswa terlambat datang ke sekolah
b)
Setelah itu
guru BK merekap semua data yang diperoleh. .
c)
Di akhir
kegiatan guru BK memanggil siswa yang telah terlambat lebih dari 1 kali.
Dalam hal ini, sebenarnya sekolah
menyerahkan semua proses belajar mengajar kepada guru pengajar. Guru bisa
melaksanakan proses belajar mengajar sesuai
dengan metode yang diinginkan. Akan tetapi dalam penanganan masalahketerlambatan,
sekolah menyerahkan masalah itu kepada Guru BK untuk memberikan bimbingan
kepada siswa-siswa yang melakukan penyimpangan.
BAB
III
KAJIAN
TEORITIS
Teori
yang digunakan adalah Pendekatan Konseling Behavioral. Tingkah laku belajar siswa banyak yang
mal-adaptif seperti suka membolos, terlambat mengikuti pelajaran, tidak
mengerjakan tugas, tidak memperhatikan saat guru menerangkan dan lain-lain,
untuk itu tingkah laku ini perlu di ubah menjadi tingkah laku yang adaptif
melalui pendekatan konseling behavioral sebagaimana pendapat Zaenudin (2008:9) yang menyatakan bahwa : Pendekatan
konseling behavioral merupakan penerapan berbagai macam teknik dan prosedur
yang berakar dari berbagai teori tentang belajar. Dalam prosesnya pendekatan
ini menyertakan penerapan yang sistematis prinsip-prinsip belajar pada
pengubahan tingkah laku kearah cara-cara yang lebih adaptif.
Tujuan
konseling behavioral menurut Krumboltz dan Thoresen (Shertzer dan Stone,
1980) adalah: ‘membantu individu untuk “belajar” memecahkan masalah
interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu’. Penekanan kata belajar dalam
proposisi di atas adalah atas pertimbangan bahwa konselor membantu klien
belajar atau mengubah tingkah lakunya. Konselor berperan dalam
membantu proses belajar dengan menciptakan
kondisi yang sedemikian rupa sehingga klien
dapat memecahkan masalahnya dan mengubah tingkah lakunya
(Zaenudin, 2008 : 11-12).
Berarti
dalam konseling behavioral konselor berusaha membantu klien dalam membuat
putusan-putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah
hidupnya. Tingkah laku yang di maksud adalah tingkah laku mal-adaptif atau
tingkah laku bermasalah yang akan di ubah menjadi tingkah laku yang adaptif
sesuai dengan tuntutan lingkungan. Tingkah laku bermasalah adalah tingkah
laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu
tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan. Tingkah laku yang
salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah .
Dalam
pandangan behavioral manusia pada hakikatnya bersifat mekanistik atau merespon
kepada lingkungan dengan kontrol yang terbatas, hidup dalam alam deterministik
dan sedikit peran aktifnya dalam memilih martabatnya. Manusia memulai
kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini
menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah
laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya
penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya.
(Zaenudin, 2008:9-10).
Selanjutnya
menurut Abu Ahmadi sumber penguat belajar ada yang berasal dari luar dan
dari dalam diri siswa. Penguat belajar yang berasal dari luar seperti nilai,
pengakuan prestasi siswa, persetujuan pendapat, ganjaran/hadiah dan lain-lain.
Sedangkan penguat dari dalam diri siswa terjadi apabila respon yang dilakukan
siswa betul-betul memuaskan dirinya dan sesuai dengan kebutuhannya (1990:
203-204). Dengan demikian setiap tingkah laku yang diikuti oleh kepuasan
terhadap kebutuhan siswa akan mempunyai kecenderungan untuk diulang kembali dan
menjadi penguat belajar.
Ada
banyak teknik konseling yang bisa diterapkan dalam pendekatan konseling
behavioral. Teknik-teknik tersebut diantaranya :
a. Latihan
asertif (dengan menggunakan permainan peran) : digunakan untuk membantu klien
yang tidak mampu mengungkapkan kemarahan dan perasaan tersinggung, menunjukkan
kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya,
memiliki kesulitan untuk mengatakan ‘tidak’, mengalami kesulitan untuk
mengungkapkan perasaan afektif dan positif, merasa tidak punya hak untuk
memiliki perasaan dan pikiran sendiri ( Suparti, 2008: 45)
b. Operant
Conditioning (Pengkondisian Operan) Teori pengkondsiian yang dikembangkan oleh
Skinner ini menekankan pada peran lingkungan dalam bentuk
konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti dari suatu tingkah laku. Menurut teori
ini, tingkah laku individu terbentuk atau dipertahankan sangat ditentukan oleh
konsekuensi yang menyertainya. Jika konsekuensinya menyenangkan maka tingkah
lakunya cenderung dipertahankan dan diulang, sebaliknya jika konsekuensinya
tidak menyenangkan maka tingkah lakunya akan dikurangi atau dihilangkan.
(Zaenudin, 2008:11). Menurut John McLeod (2006:143) prinsip operant
conditioning cocok diaplikasikan kepada individu dengan perilaku
bermasalah dengan memberikan hadiah atau menguatkan perilaku yang diharapkan.
Beberapa teknik operan conditioning antara lain :
(1) Shaping,
yaitu teknik untuk mengajarkan tingkah laku yang komplek menjadi beberapa
tingkah laku yang” simple response”.Proses ini dimulai dengan penetapan tujuan,
kemudian di adakan analisis tugas, langkah-langkah kegiatan murid, dan
reinforcement terhadap respon yang diinginkan. Secara eksplisit penerapan
teknik shaping dalam perbaikan tingkah laku belajar siswa sebagaimana
dikemukakan Fraznier adalah : a) datang dikelas pada waktuya, b) berpartisipasi
dalam belajar dan merespon guru, c) menunjukan hasil-hasil tes dengan baik, d)
mengerjakan pekerjaan rumah ( Abu Ahmadi, 1990,206-207).
(2) Penguatan
positif (ganjaran/reward), yaitu memberikan hadiah atau ganjaran pada siswa
yang telah menunjukan tingkah laku belajar yang positif, seperti siswa lebih
rajin, selalu mengerjakan tugas, atau siswa yang prestasinya meningkat.
c. Systematic
desensitization ( desensitisasi sistematik ) yaitu teknik yang digunakan
untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dilakukan dengan
pengondisian klasik serta teknik relaksasi. Teknik ini sesuai untuk menangani
masalah fobia, kecemasan menghadapi ujian, kecemasan neurotik, disfungsi
seksual (Suparti : 2008: 47)
Beberapa
teknik yang termasuk dalam desensitisasi sistemik antara lain.
(1) Ekstingsi,
dilakukan dengan meniadakan peristiwa penguat tingkah laku
contohnya reinforcement berupa perhatian, jika murid perhatiannya
kesana kemari maka guru tidak akan memberi
perhatian pada murid sehingga murid tidak mendapat penguat
tingkah laku dari guru. (Abu Ahmadi, 1990: 208).
(2) Satiasi/aversi,
yaitu suatu prosedur menyuruh seseorang melakukan perbuatan berulang-ulang
sehingga ia menjadi lelah atau jera. Contoh seorang ayah yang memergoki anak
kecilnya merokok, maka ayah tersebut menyuruh anaknya merokok sampai habis satu
pak, sehingga anak itu mual, muntah dan bosan dengan rokok (Abu Ahmadi, 1990:
208).
(3) Relapse
prevention (pencegahan kambuhan), melalui teknik ini klien dapat belajar
mengidentifikasi situasi yang memicu timbulnya kesalahan dan mendapatkan
ketrampilan sosial untuk menghadapinya, agar tidak kambuh lagi. Menurut Marlat
dan Gordon (1985), langkah-langkah pencegahan kambuhan adalah: a) Menyifati
tiga jenis perilaku penyebab kambuhan yaitu perasaan tertekan,Konflik
interpersonal, tekanan dari orang lain, b) Memberikan intruksi tertulis pada
klien berkenaan dengan tindakan yang harus diambil, c) meminta nomor telepon
yang dapat dihubungi (orang tua untuk keperluan monitoring) (John McLeod,
2006:158).
Menurut
Zaenudin (2008:12-13) proses konseling behavioal dibingkai oleh kerangka kerja
untuk mengajar klien dalam mengubah tingkah lakunya. Kerangka kerja konseling
yang dimaksud adalah Assesment, goal setting, technique implementation,
evaluation termination, dan feedback. Untuk itu konselor diharapkan bisa Aktif
dan direktif dalam pemberian treatment. Konselor bisa berfungsi sebagai guru,
pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam
menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan , mengarah pada tingkah
laku baru yang sesuai.
BAB
IV
EVALUASI
DAN TINDAK LANJUT
A. Evaluasi
Dari tahap
konseling yang telah dilakukan maka untuk mencapai tujuan proses konseling maka
perlu dilaksanakan penialaina atau evaluasi untuk melihat bagaimana
perkembangan klien/siswa dalam melaksanakan konseling, maupun setelahnya.
Adapun penilaian hasil dari konseling tersebut dapat dilihat dari hasil
analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity,
Threat) berikut ini:
1. Konseli memperoleh pemahaman baru terkait tentang
keadaan dirinya dan permasalahan yang dialaminya. (Strength /Kekuatan konseli)
2. Konseli membutuhkan motivasi lain dari guru yang
sering menghukumnya saat terlambat dating ke sekolah, konseli masih belum bisa
mengatur waktunya dengan baik (Weakness:
Kelemahan konseli)
3. Konseli memilliki rencana dan komitmen untuk mulai
berubah dengan mengatur waktunya sebaik mungkin agar tidak terlambat lagi
karena masih diberi kesempatan untuk dapat berubah oleh guru (Opportunity/Peluang dari diri konseli dan guru)
4. Konseli memiliki rasa malas yang cukup kuat sehingga
memungkinkan mengganggu proses konseli untuk berubah menjadi lebih baik (Threat/Ancaman dari diri konseli sendiri)
B. Tindak
Lanjut
Dalam tahap
ini guru BK banyak berperan, karena dalam tindak lanjut (follow up) hanya bisa
dilaksanakan oleh Guru BK, guru BK yang selama ini memantau
perkembangan perilaku siswa. Akhirnya dengan memberikan reinforcement
(penguatan) melalui teguran dan peringatan setiap tempo waktu tertentu, paling
tidak sudah ada perubahan pada diri siswa untuk mengubah perilaku menjadi lebih
baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Ibrahim Gayo. 2013. https://ibrahimgayo.wordpress.com/2013/03/14/28/ [diunduh pada 26 Desember 2016]
Alita. 2013. Laporan Penelitian Kolektif. http://alitacantik.blogspot.co.id/2013/06/laporan-penelitian-kolektif.html [diunduh pada 1 Januari 2017]
Ridwan . (2004). Penanganan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
LAMPIRAN
A. Skrip
Konseling
Konseli = ki
Konselor = ko
Ki: “
assalamualaikum “ (mengetuk pintu)
ko: ”
waalaikumsalam, ya silahkan masuk “ (membuka pintu dan memepersilahkan masuk)
Ki: (masuk
lalu bersalaman)
ko: ”
silahkan duduk “ (mempersilahkan duduk)
Ki: “ ya bu
terimakasih “ (duduk)
ko: ” ya, terimakasih
karena telah memenuhi undangan saya“ (tersenyum)
Ki: (balas
tersenyum) “ iya sama-sama bu, memangnya ada apa saya dipanggil ke ruang BK
ini? “
ko: ”iya,
ada yang ingin saya tanyakan pada kamu “
Ki: “iya
bu, memang apa yang ingin ibu tanyakan pada saya? “
ko: ”begini,
tadi pagi saya melihat kamu terlambat 20 menit dating ke sekolah, lalu kemarin
saya juga melihat kamu terlambat dan dihukum oleh guru yang sedang berpiket“
Ki: “maafkan
saya bu, saya telah mengecewakan ibu dan guru-guru yang lain “
ko: ”jika
kamu terus begini kamu tidak bisa ditolelir lagi, jika boleh tau memangnya apa
alasan kamu sering telat seperti itu? “
Ki: “begini,
saya sering tertidur kembali setelah sholat subuh “
ko: ”mengapa
kamu tidur kembali setelah sholat subuh? Bukannya mempersiapkan diri untuk
berangkat ke sekolah “
Ki: “karena
saya banyak mengerjakan tugas semalaman,sehingga saya tidak bisa me managemen
waktu, untuk itu saya membutuhkan orang lain untuk menyelesaikan masalah ini
agar tidak mengganggu pihak lain “
ko: ”ya, di
sini saya akan berusaha membantu masalah anak didik saya, tapi mengapa kamu
tidak bisa me managemen waktu seperti itu?“
Ki: “karena
banyaknya kegiatan dari pagi sampai sore yang saya lakukan “
ko: ”apakah
hanya disekolah saja apa di luar sekolah juga kamu sering terlambat seperti
ini? “
Ki: “ tidak
sih, saya juga sering terlambat ketika sedang kumpul organisasi osis, oleh
karena itu saya juga sering ditegur oleh tema-teman saya “
ko: ”nah
berarti disini terlihat, bahwa kamu terlambat bukan hanya karena kesibukan
kamu, boleh ibu tau mengapa sebenarnya terlambat? “
Ki: (diam
menunduk)“ memang karena kemlasan saya juga kali ya bu “
ko: ” tidak
boleh egois, kamu sebenarnya adalah murid yang berprestasi, dan saya ingin
bertanya apakah kamu ingin melanjutkan sekolah di sini atau memang sudah bosan bersekolah
disini? “
Ki: “ saya
ingin tetap sekolah disini, karena kelak nanti saya ingin menjadi orang yang
sukses “
ko: ”
semoga hararpan kamu terwujud, jika kamu mempunyai harapan seperti itu maka
kamu harus dengan baik me manage waktu kamu, tidak boleh bermalas-malasan untuk
berangkat ke sekolah atau berkumpul dengan anggota osis kamu yang sepertinya
memang kewajiban kamu “
Ki: “terimakasih
atas saran ibu, saya berjanji saya tidak akan mengulangi kesalahan saya lagi “
ko: ”
semoga setelah ini kamu bisa berubah ya “
Ki: “ baik
bu “
ko: ” kamu
bisa kembali ke kelas “ (bangun dan mengantar konseli keluar)
Ki:
(bangun, bersalaman) “ baik bu, terimakasih “ (berjalan keluar)
ko: ”belajar
yang rajin jangan terlambat lagi “
Ki: “ iya “
B. Foto
C. Video (terlampir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar